Minggu, 16 Oktober 2011

Jangan Melihat Papua dengan "Kacamata" Jawa


Kep Din Pendd Papua James Mondou
JAYAPURA, KOMPAS.com – Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua, James Mondou mengatakan, kebijakan mengenai Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seharusnya diberikan sesuai dengan tingkat kesulitan di daerah tersebut. Khusus untuk Provinsi Papua, James mengharapkan pemerintah pusat memperhitungkan kondisi ekonomi dan tatakelola di Papua yang masih jauh tertinggal jika dibandingkan daerah lain.

Ia memberikan dua catatan atas kebijakan dana BOS. Pertama, kebijakan pemberian dana BOS tidak bisa disamaratakan. Ia menilai, menerapkan program yang serba sama di Indonesia sebagai wujud lain dari tidak adilnya pemerintah pusat.
“BOS adalah suatu kebijakan yang sebenarnya bagus, tetapi satu hal yang membuat ketidakadilan adalah sejak reformasi  kita semua mengaku bahwa program yang serba sama tidak boleh lagi diterapkan di Indonesia. Oleh sebab itu saya menentang unit cost setiap wilayah dipukul rata karena itu tidak adil,” kata James, Sabtu (15/10/2011), di Kota Jayapura.
Ia mengungkapkan, perbedaan unit cost seharusnya diterapkan bukan hanya untuk Papua, tetapi juga untuk daerah lainnya. Menurutnya, meski pemerintah mempunyai cukup dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi tidak bisa menganggap daerah juga memiliki cukup dana dalam APBD. Termasuk tidak “men-judge” jika provinsi Papua memiliki dana  yang cukup besar.
“Tidak boleh kita merencanakan semua dengan sama seperti itu. Papua tidak bisa disamakan dengan Jawa. Jangan melihat Papua dengan kacamata Jawa,” katanya.
James menjelaskan, unit cost di Papua saat ini telah meningkat sebesar tiga kali lipat. Sementara itu, khusus untuk daerah pedalaman telah meningkat sampai 10 bahkan 20 kali lipat. Oleh karena itu, ia sangat berharap pemerintah pusat tidak menyamaratakan pemberian dana BOS dengan melihat tingkat kesulitan yang dimiliki oleh setiap daerah.
“Harus ada perbedaan, jangan men-judge Papua memiliki uang banyak, saya tidak suka. Saya anggap itu sebagai sikap tidak ingin mengurus Papua, “ ujarnya.
James melanjutkan, hal kedua yang harus menjadi perhatian adalah mekanisme penyaluran dana BOS. Ia menilai, pemerintah tidak pernah memahami jika Papua menerapkan otonomi khusus. Mekanisme penyaluran dana BOS tidak bisa disamakan dengan daerah lain yang disalurkan melalui kabupaten/kota. Mengingat, saat ini tata kelola di beberapa kabupaten/kota masih kurang baik.
“Ada 14 sampai 20 kabupaten/kota yang baru lahir melalui pemekaran dan belum memiliki tata kelola pemerintahan yang bagus, itu juga yang memicu terlambatnya BOS disalurkan. Memukul serba sama itu masalah, padahal dulu waktu diurus provinsi semuanya lancar,” ujarnya. 

sumber: kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar